Bertahun-tahun
yang silam, seorang pemuda dengan kekasihnya datang ke pantai di malam
hari untuk saling berpisah. Sang pemuda hendak berlayar ke negeri yang
jauh di seberang lautan dan mengadu nasib. Ia mengumpulkan kayu bakar,
menyalakan api unggun dan membicarakan rencana mereka. Ia berjanji
ketika ia kembali nanti, ia akan mengambil kekasihnya sebagai isteri.
Kemudian sang pemuda meminta kekasihnya untuk menyanyikan lagu
kesayangan mereka, lagu cinta yang yang amat mereka sukai. Setelah
saling berucap janji setia untuk menanti, ia meminta kekasihnya untuk
menyanyikan lagu itu satu kali lagi. Ia berkata, “Aku akan kembali
untukmu, dan aku akan membawamu ke sebuah rumah yang indah di pulau nan
jauh di sana ke mana aku akan pergi. Tapi sementara aku jauh darimu,
aku akan kesepian, mungkin putus asa, dan setiap hari di waktu seperti
ini, aku akan memikirkanmu dan mengingat kembali malam perpisahan ini.
Kemudian aku akan kembali di waktu yang sama seperti sekarang, dan
ketika aku melihat api unggunmu dan mendengar nyanyianmu, aku tahu bahwa
kamu telah setia dan tekun menanti.” Dengan bercucuran air mata, sang
gadis berjanji dan sambil mengucapkan salam perpisahan untuk terakhir
kalinya, sang pemuda naik ke kapal dan berlayar di tengah gelapnya
malam. Ia pergi jauh untuk mengadu nasib dan entah apa yang akan ia
dapat.
Keesokan
malamnya, sesuai dengan janji, sang gadis datang ke pantai itu. Ia
berdiri di sisi api unggun dan menyanyikan lagu mereka sambil memikirkan
dengan lembut kekasihnya yang telah pergi di kejauhan laut. Malam demi
malam ia memegang janjinya. Bulan-bulan pun berlalu, kemudian tahun
demi tahun, tapi setiap malam ia berdiri di samping api unggun dan
menyanyikan lagu cinta mereka. Teman-temannya menasehati agar ia
berhenti datang ke pantai dan mencari orang lain. Mereka mengatakan
bahwa tentulah sang pemuda telah lupa akan janjinya dan tidak akan
pernah kembali. Tapi sang gadis memiliki keyakinan yang kokoh pada
kekasihnya. “Ia telah berjanji, maka ia pasti akan kembali untukku,”
kata sang gadis. Jumlah tahun yang banyak telah mengukir jejaknya di
wajah dan rambut sang wanita, tapi tetap, kekasihnya tak kunjung datang.
Suatu
malam, lebih semangat dari biasa, sang wanita datang ke tempat biasa di
malam hari. Harapan telah pupus rasanya, tapi dalam hatinya ia tahu
bahwa ia harus setia. Api meredup tertiup angin pantai, dan iapun
mengumpulkan kayu bakar sekali lagi. Ia menyanyikan kembali lagu yang
telah dinyanyikan ribuan kali. Ketika ia hendak pulang ke rumahnya, ia
mendengar suara dayuhan kapal di kejauhan. Mungkin seorang nelayan yang
pulang malam. Tapi pengharapan cinta wanita ini membuatnya gigih, ia
menyalakan api yang baru sekali lagi, dan sekali lagi menanyikan lagu
cinta mereka. Kapal itu mendekat dan semakin mendekat. Dan pemuda itu
yang juga telah menjadi tua datang. Ia turun dari kapal dan mengenggam
tangan kekasihnya, “Aku telah menunggu untuk melihat apimu dan mendengar
lagu kita,” ia berkata. “Dan aku tahu, engkau dengan siap sedia
senantiasa menanti. Marilah kita pergi ke rumah indah yang telah
kubangun untukmu di seberang sana.”
Sang
wanita menanti dengan siap sedia, karena ia melakukan apa yang
diinginkan oleh kekasihnya. Ia menyalakan api dan menyanyikan lagu
mereka. melakukan apa yang diinginkan kekasihnya karena ia mengenal
kekasihnya. Sebagai orang Kristen, kita juga sedang menantikan Kekasih
kita. Dalam penantian itu, dibutuhkan lebih dari sekadar penantian
pasif, yaitu sebuah kesiap-sediaan. Untuk dapat siap sedia, kita harus
tahu apa yang Ia inginkan ketika Ia mendapati kita? Demi mengetahuinya,
kita harus mengenal Dia.
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar